Minggu, 02 Maret 2014

Beberapa puisi cantik dari Buku “Wasiat Cinta”


Masa Lalu Akan Datang Menghampirimu (Fitrawan Umar)
Barangkali nanti, waktu akan berjalan kembali, sebagaimana mula ia bergerak
hampir-hampir kamu akan lupa tentang masa sebelum kepergian
Jangan biarkan keramaian merenggutmu, Kasih
Padahal sunyi masih ada di tempat sama. Ruang masa lalu.

Sesungguhnya dunia adalah kumpulan siklus dari beragam cerita
dahulu tiada, lalu ada, lalu tiada, lalu ada, lalau tiada
lalu kepergian barangkali pula akan datang jadi pertemuan
Kita hanya perlu mengerti: penantian adalah kebahagiaan yang mengendarai waktu
Meski pertemuan, berikutnya pula akan menjadi kenangan, terlipat ingatan

Apabila jalan pulang telah menemuimu, pulanglah
dalam setiap perjalanan pulang, langkah kaki kanan bernilai bahagia:
bagi orang-orang yang dinanati

Manusia-manusia yang tidak pernah menngerti kesunyian,
Hanyalah mereka yang tidak pernah sadar dengan kerayaan
Selamat datang, masa lalu. Selamat berlalu, masa datang.


Lelaki Yang Menunggu (Muhary Wahyu Nurba)
Pernahkan kau mendengar kisah
tentang lelaki yang menunggu
Tentang gelisah yang tumbuh
Dan nestapa yang menggeramus tubuh

seorang pengamen buta meraung-raungkan gitarnya
tapi tak sanggup melunturkan gumpal-gumpal salju
Salju selalu memilih untuk beku
karena bersitahan menyimpan perih rindu

Waktu! Melaju dan menggila!
Menggilas segala apa!
Ia terisak dan akhirnya terdesak ke tepi sepi
Cinta yang ia tanggungkan penuh onak berduri

Menancap dalam pada batang-batang pinus
Menggerus tulang di badan yang mulai tak terurus

Dan ia terus menunggu
karena setia memang mesti diadu
Bagai pelangi yang membentangkan harapan
Benih keyakinan haruslah dirawat dengan matang

Ia pun menggapai tapi kau tak tergapai
Ia menyebut namamu tapi kau tak mendengarnya
Kaliaran masa remajamenyentuh hidupnya kembali
dan ia tahu apa yang ia cari

Betapapun lamanya ia bakal ditampar derita
Ia telah berikrar pada dirinya sendiri
Tak ada lagi kisah setelah ini
Bersamamu atau musnah seorang diri

Pernahkan kau mendengar kisah
tentang lelaki yang membiru
karena diperangkap rindu
Cintaku, akulah yang menunggu!


Ini dia puisi kesukaanku ^_^

Sebelum Mati, Pesan buat Kekasih (Faisal Oddang)

1.
Kau menderas, selaju kaki hujan yang memasang dingin di tubuhnya. Kau tanggalkan segala kenang selain kau, di kepalaku. Di sebuah ruangan, berwarna merah jambu – warna hatimu, aku bercakap dengan diri di dalam diriku. Perihal kau. Perihal aku. Perihal cinta. Perihal perih. Tanpa perihal-perihal yang sudi menyebut kita – luka.

2.
Kukabarkan padamu, Ca, waktu telah melipat usiaku umpama pakaian-pakaian yang habis dijemur ibu saban sore. Kering. Dan kadang hujan yang merambat lewat celah-celah awan membuatnya dilipat lebih dulu, barangkali pula aku. Tapi bukankah hujan hanya semata musim yang yang tak bisa melihat waktu? Sedang usia semata waktu yang tak bisa melihat musim? Kau harus percaya, Sayang; musim tak punya usia – usia tak memiliki musim. Sepertiku, di sebuah catatan yang ditulis tuhan dan dibaca malaikat yang (mungkin) akan kau benci mendengarnya.

3.
Ca, aku kadang menangis memikirkan air matamu. Air mataku tak pernah memikirkan tangisanmu. Pikiran-pikiran kita semakin akrab dengan kehilangan; kelak aku meninggalkan (hanya) nama, jangan menangis sayangku. Aku hanya pergi, sementara, dan datang ketika kau bertahan mencintaiku. Percayalah, aku mencintaimu meski ada yang lebih mencintaiku dari padamu; mati.

4.
Sebelum aku mati, siapkan untukku tiga buah keeeranda. Siapkan hanya satu lahat. 3 buah nisan. Jangan takut, Sayang, kau takkan kehilangan. Beginilah caraku mengalahkan cinta. Keranda pertama untukku, Ca. Yang kedua untuk menandu kenangan. Dan terakhir bagi namamu. Hanya nama.

5.
Kelak aku mati, air akan menjadi hujan. Jatuh menderas sebab awan telah mati bersamaku. Kelak aku mati, tanah akan basah, sebab mata mereka lebih perih dari kesedihanmu. Kelak aku mati, kamboja  akan mekar, ingin dipetiki demi abadi denganku. Kelak aku mati, kau mungkin datang. Pakai mantel sayang, mantel abu-abu seperti warna ciuman yang kita curi – pertama di ruang kuliah. Pakai payung sayang, jangan hitam. Tapi merah jambu seperti warna kamarmu. Tempat (sekali lagi) bibirku menjadi titik bagi kata-kata di bibirmu (kau terlalu sering memarahiku kerika lupa mengingat kesehatanmu). Ciuman kita yang terakhir.

6.
Mungkinkah kau datang?



Buku pemberian seorang penyair muda dari pulau seberang.
Terima kasih Faisal Oddang . Buku ini benar-benar bertuah.