Selasa, 17 November 2015

Sebab Mencintai tak Harus Memiliki, sebelum Saatnya, kan?



Sebuah perasaan indah selalu mewujud sesuatu yang ingin kuabadikan. Kepadamu, aku memiliki perasaan itu. Kepada Tuhanku, aku memelihara perkara itu agar kelak aku tak salah langkah. Selalu kusegerakan kau untuk menjadi jawara hatiku, namun kufikir tak semudah aku berkata rupanya. Bukankah masih banyak perjalanan menuju puncak kebahagiaan diantara usia kita yang masih belia ini? Katamu, aku harus semakin rajin beribadah, rajin menebar kebaikan dan secepatnya harus membahagiakan kedua orang tuaku. Dan pintaku, kamu harus gegas menyelesaikan tugas akhirmu, kamu juga harus melapangkan ladang pahala bekal akhirat kelak dan memburu pintu-pintu lain penyempurna kebahagiaan. 
Hakikat kebahagiaan yang begitu rumit kudefinisi, maka ingin kupangkas sesederhana "kebahagiaan adalah segala sesuatu yang kaucintai dengan baik". Bila segala pintaku pegitu rumpang, baik-baiklah menegaskan kesalahanku. Akulah tempat khilaf yang kadang pikun. Akulah perempuan yang masih selalu butuh penuntun langkah-langkahku. Beberapa bait kata dokter cantik yang selalu tak ingin disebutkan namanya, bahwa; sekuat apapun perempuan, secara fitrahnya ia ingin dilindungi. Ingin menggantungkan diri pada sesuatu yang menurutnya lebih kuat; lelaki. Lelaki yang selalu disebut sebagai adamnya dunia ini. Aku pula perempuan yang tak bisa lepas dari lindungan lelaki hingga sekarang.

 Di puncak dengan ketinggilan 1100 mdpl itu, kuyakin kau begitu sadar bertutur cinta kepada makhluk hawa sampingmu; aku. Seribu disayangkan, bukan bermaksud melukaimu, namun hawa itu dengan penuh hati-hati berkata untuk tak terlalu cepat berkomitmen. Begitu yang telah kupaparkan pada bait-bait aksara di atas. Aku hanya tak ingin terlalu larut pada kebahagiaan instan masa sekarang yang pada kenyataannya selalu membutakan. Harapku, semoga aku dan kamu tidak terburu untuk mengisi apa yang sudah lama kosong.