Sebuah
perasaan indah selalu mewujud sesuatu yang ingin kuabadikan. Kepadamu, aku
memiliki perasaan itu. Kepada Tuhanku, aku memelihara perkara itu agar kelak
aku tak salah langkah. Selalu kusegerakan kau untuk menjadi jawara hatiku,
namun kufikir tak semudah aku berkata rupanya. Bukankah masih banyak perjalanan
menuju puncak kebahagiaan diantara usia kita yang masih belia ini? Katamu, aku
harus semakin rajin beribadah, rajin menebar kebaikan dan secepatnya harus
membahagiakan kedua orang tuaku. Dan pintaku, kamu harus gegas menyelesaikan
tugas akhirmu, kamu juga harus melapangkan ladang pahala bekal akhirat kelak
dan memburu pintu-pintu lain penyempurna kebahagiaan.
Hakikat kebahagiaan yang
begitu rumit kudefinisi, maka ingin kupangkas sesederhana "kebahagiaan
adalah segala sesuatu yang kaucintai dengan baik". Bila segala pintaku
pegitu rumpang, baik-baiklah menegaskan kesalahanku. Akulah tempat khilaf yang
kadang pikun. Akulah perempuan yang masih selalu butuh penuntun
langkah-langkahku. Beberapa bait kata dokter cantik yang selalu tak ingin
disebutkan namanya, bahwa; sekuat apapun perempuan, secara fitrahnya ia ingin
dilindungi. Ingin menggantungkan diri pada sesuatu yang menurutnya lebih kuat;
lelaki. Lelaki yang selalu disebut sebagai adamnya dunia ini. Aku pula
perempuan yang tak bisa lepas dari lindungan lelaki hingga sekarang.
Di puncak dengan ketinggilan 1100 mdpl itu, kuyakin kau begitu sadar bertutur cinta kepada makhluk
hawa sampingmu; aku. Seribu disayangkan, bukan bermaksud melukaimu, namun hawa
itu dengan penuh hati-hati berkata untuk tak terlalu cepat berkomitmen. Begitu
yang telah kupaparkan pada bait-bait aksara di atas. Aku hanya tak ingin
terlalu larut pada kebahagiaan instan masa sekarang yang pada kenyataannya selalu membutakan. Harapku, semoga aku dan
kamu tidak terburu untuk mengisi apa yang sudah lama kosong.