Jatuh hati
tak pernah ada dalam rencana manusia. Segala macam getaran yang terasakan
selalu muncul tanpa aba-aba. Begitupun sama halnya dengan saya. Sama dengan
yang kurasakan. Hati saya jatuh pada seorang perempuan muslimah. Lagi lagi dia
berasal dari timur. Dan entah kebetulan, ataupun sudah garis takdir. Perasaan
ini bersemai dengan indah nan membahagiakan. Saya jatuh cinta tanpa mengenal
tetapi di dalamnya. Begitu banyak perjalanan yang telah kita semua lalui,
bukan? Tak lain hanya untuk mencari, lantas menemukan hal-hal baru, orang-orang
baru, kesempatan juga bahaya. Allah mempertemukan kita pada tualang mencari
ilmu dunia; kewajiban mahasiswa pada umumnya.
Saya cukup
sekali bertemu dia kemudian jatuh hati. Agaknya mungkin iya, saya yang jatuh
hati duluan terhadapmu. Bagai sudah tertulis dan ditetapkan olehNya, seperti:
"Dialah salah satu jembatanmu untuk menuju surgaKu, Za". Aku masih
ingat betul, dahulu dia memakai kerudung Rabbani warna ungu. Bagaimana dia
menukar senyum denganku. Aku menakarnya dengan sembari berfikir, kaukah
malaikat yang dikirim Allah mewujud muslimah untukku? Seulas senyum yang
selayak biji zarah itulah kebaikan yang kautanam. Kita sepakat merawat zarah
itu hingga nanti. Perempuan yang meneladani Maryam juga Khadijah. Perempuan itu
ialah pengantarku untuk memeluk ridhoNya lewat menjadi muslimah akhir zaman
yang haq. Pernah suatu waktu kau panjang lebar mencurahkan segenap isi hatimu
tentang lelaki yang amat kau cintai dengan setulus jiwa. Namun tetap, hakekat
perempuan ialah menerima. Entah itu perihal menyenangkan maupun tentang duka.
Sayang, yang mesti kau lakukan, kau harus tetap tegak apapun itu. Jangan kau
patahkan pertahanan yang sudah susah payah kau bangun. Saya tidak pernah bisa
seumpama ustazd dengan nasehat-nasehat juga ayat-ayatnya untuk membuatmu makin
menjadi kekasihNya. Hal semacam itu bisa kaudapatkan lewat duniamu yg lain,
bukan pada tulisan ini. Hiduplah dengan bahagia, memiliki teman-teman yang
mengerti, keluarga yang harmonis, juga diri sendiri yang bijaksana.
Aku
mencintaimu seperti mencintai diriku sendiri yang ada dalam separuh ragamu,
Sayang. Harapku, perasaan ini tak tertumpu hanya dalam cinta satu arah. Terima
kasih bila kau bersedia mencintaiku. Terima kasih bila kau bersedia bahagia
atas diriku. Ajarkan aku cinta yang baik-baik saja. Karena tetap, di atas cinta
masih ada agama.