Rabu, 11 Maret 2015

Segala yang Tercipta dan Tumbuh dari Timur




Kalian pasti tahu ikhwal terbitnya matahari yang mampu membuncahkan rasa bersemangat kita kala menyambutnya tiap pagi. Aku termasuk kelompok orang-orang yang suka begadang, tapi aku sama sekali tidak ingin meluputkan sinar kuning yang tumbuh saban jam lima pagi. Benakku mempercayai bahwa pagi adalah kita yang terlahir kembali, secara utuh. Kuutuskan sensor penerima pada otakku, agar aku harus menjadi pahlawan untuk diri sendiri, setiap hari. Kufikir kalian pasti akan setuju jika tak ada yang lebih indah dari suara kokok ayam – ya, mungkin kalian yang hidup di kota besar sudah jarang bahkan tak menemui suara itu – dan hangatnya nuansa mentari.  Ah, mungkin sudah terlalu banyak pepatah dan kembang gula susastra yang menyebutkan tentang eloknya pagi hari.
Baiklah, begini, aku hanya ingin berbagi beberapa kisah pada kalian yang membaca tulisanku ini. Berangkat dari prolog di atas, hehe, aku cukup banyak memiliki kisah dengan segudang rasa syukur di dalamnya. Sudah hampir empat tahun aku tinggal di kota rantau yang disebut juga dengan “Kota Wali”. Dulu, dulu sekali..aku tak pernah menyangka bisa berada di kota timur dari tempatku berasal. Inilah keagungan Tuhan yang selalu menjaga ketidakjelasanNya pada umatNya. Kata seorang perempuan; pada taraf paling sederhana, hidup ini cukup dijalani saja, bukan dipahami. Menariknya aku baru menyadari segala perjalananku ini yang tak lepas dari campur tangan Tuhan. Dulu sudah kususun baik-baik rencana studiku di kota arah barat dari tempat tinggalku, tapi semua dipatahkan oleh butanya cinta. Aku dipaksa keadaan untuk hidup merantau di Kota Wali ini. Aku yang pada saat itu masih begitu dangkal memahami rencanaMu nyaris meronta meminta keadilan keadaan. Aku seolah hidup dalam dimensi awang-awang. Cukup pasrah dibawa angin yang entah mau kemana. Namun berkali kutegakkan keyakinan dalam jiwaku sendiri bahwa semua ini tak akan sia-sia. Kugemakan kalimat itu setiap helaan dan hembusan nafas.
Di sini, aku memiliki banyak teman yang kemudian kuangkat sendiri menjadi kerabat dekat. Salah satunya yaitu seseorang dengan jiwa tulus. Dia tahu cara menempatkan dirinya yang bijaksana di depanku yang mungkin aku cuma perempuan mirip adiknya yang kerap sedih sekaligus butuh hiburan. Sering kucurahkan padanya perihal hidupku yang beginilah yang begitulah, dan dengan senyum teratur dia kemudian bercerita panjang lebar mentransfer semangat dengan segala upayanya agar aku mampu menjadi perempuan akhir zaman yang tangguh.
Kemudian ada lagi teman kuliahku. Aku tak yakin dia sering menjaja garam kehidupan, tapi entah mengapa dia cukup vokal ketika aku cerita sana-sini yang belum tentu dia mengetahui riwayat ceritaku itu. Ada kekatanya yang selalu kuingat; “orang baik itu orang yang selalu merasa kurang baik” dan aku setuju. Entah darimana briliant fikirannya tapi itulah istimewanya dia. Aku juga ingin belajar dari bahagia wajahnya yang tak pernah menampakkan duka. Meski selalu kuyakini bahwa tak ada insan dari semesta manapun yang tak pernah berduka.
Seseorang yang lahir dari timur berikutnya yaitu dia. Sosok yang mampu merenggut warasnya jiwaku, dulu. Entah darimana awalnya aku bisa menjalin hubungan baik dengan dia. Yang pasti dia berasal dari timur dan jauh dari kota rantauku ini. Kebetulan? Tidak! Tuhan kan telah menyiapkan segala sesuatunya bahkan diluar nalar manusia, kan? Ya, yakinku pada takdir tersebut. Dia juga secara batiniyah sudah kuangkat menjadi kakakku. Seorang tangguh yang hidup di atas kerasnya kesendirian. Menopang hidup sendiri, kerja dan kuliah dengan hasil keringat sendiri pula.
Terakhir, ini adalah sosok perempuan yang namanya persis tanpa beda dengan namaku. Aku tak sengaja menemukan dia yang sedang mencariku. Anak rantau yang sekarang berada di Kota Pahlawan. Katanya, dia bahagia memiliki nama kembar. Dan aku juga tak kalah bahagia mengetahui kenyataan demikian. Rasanya sudah ingin cepat kugenapkan temu dengan perempuan muslimah satu ini.
Itu cuma sekelumit kisah yang kubagikan di sini. Aku tak pernah meminta mengenal mereka dengan sengaja. Namun mereka sengaja hadir dalam warna hidupku atas ijin Tuhan. Dan, segala yang tercipta dan tumbuh dari timur memang selalu membahagiakan.

Tuban, 7 Maret 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar