Kalian pasti tahu ikhwal
terbitnya matahari yang mampu membuncahkan rasa bersemangat kita kala
menyambutnya tiap pagi. Aku termasuk kelompok orang-orang yang suka begadang,
tapi aku sama sekali tidak ingin meluputkan sinar kuning yang tumbuh saban jam
lima pagi. Benakku mempercayai bahwa pagi adalah kita yang terlahir kembali,
secara utuh. Kuutuskan sensor penerima pada otakku, agar aku harus menjadi
pahlawan untuk diri sendiri, setiap hari. Kufikir kalian pasti akan setuju jika
tak ada yang lebih indah dari suara kokok ayam – ya, mungkin kalian yang hidup
di kota besar sudah jarang bahkan tak menemui suara itu – dan hangatnya nuansa
mentari. Ah, mungkin sudah terlalu
banyak pepatah dan kembang gula susastra yang menyebutkan tentang eloknya pagi
hari.
Baiklah, begini, aku
hanya ingin berbagi beberapa kisah pada kalian yang membaca tulisanku ini.
Berangkat dari prolog di atas, hehe, aku cukup banyak memiliki kisah dengan
segudang rasa syukur di dalamnya. Sudah hampir empat tahun aku tinggal di kota
rantau yang disebut juga dengan “Kota Wali”. Dulu, dulu sekali..aku tak pernah
menyangka bisa berada di kota timur dari tempatku berasal. Inilah keagungan
Tuhan yang selalu menjaga ketidakjelasanNya pada umatNya. Kata seorang
perempuan; pada taraf paling sederhana, hidup ini cukup dijalani saja, bukan
dipahami. Menariknya aku baru menyadari segala perjalananku ini yang tak lepas
dari campur tangan Tuhan. Dulu sudah kususun baik-baik rencana studiku di kota
arah barat dari tempat tinggalku, tapi
semua dipatahkan oleh butanya cinta. Aku dipaksa keadaan untuk hidup
merantau di Kota Wali ini. Aku yang pada saat itu masih begitu dangkal memahami
rencanaMu nyaris meronta meminta keadilan keadaan. Aku seolah hidup dalam
dimensi awang-awang. Cukup pasrah dibawa angin yang entah mau kemana. Namun berkali
kutegakkan keyakinan dalam jiwaku sendiri bahwa semua ini tak akan sia-sia.
Kugemakan kalimat itu setiap helaan dan hembusan nafas.
Di sini, aku memiliki
banyak teman yang kemudian kuangkat sendiri menjadi kerabat dekat. Salah
satunya yaitu seseorang dengan jiwa tulus. Dia tahu cara menempatkan dirinya
yang bijaksana di depanku yang mungkin aku cuma perempuan mirip adiknya yang
kerap sedih sekaligus butuh hiburan. Sering kucurahkan padanya perihal hidupku yang
beginilah yang begitulah, dan dengan senyum teratur dia kemudian bercerita
panjang lebar mentransfer semangat dengan segala upayanya agar aku mampu menjadi
perempuan akhir zaman yang tangguh.
Kemudian ada lagi teman
kuliahku. Aku tak yakin dia sering menjaja garam kehidupan, tapi entah mengapa
dia cukup vokal ketika aku cerita sana-sini yang belum tentu dia mengetahui
riwayat ceritaku itu. Ada kekatanya yang selalu kuingat; “orang baik itu orang
yang selalu merasa kurang baik” dan aku setuju. Entah darimana briliant
fikirannya tapi itulah istimewanya dia. Aku juga ingin belajar dari bahagia wajahnya
yang tak pernah menampakkan duka. Meski selalu kuyakini bahwa tak ada insan dari
semesta manapun yang tak pernah berduka.
Seseorang yang lahir dari
timur berikutnya yaitu dia. Sosok yang mampu merenggut warasnya jiwaku, dulu.
Entah darimana awalnya aku bisa menjalin hubungan baik dengan dia. Yang pasti
dia berasal dari timur dan jauh dari kota rantauku ini. Kebetulan? Tidak! Tuhan
kan telah menyiapkan segala sesuatunya bahkan diluar nalar manusia, kan? Ya,
yakinku pada takdir tersebut. Dia juga secara batiniyah sudah kuangkat menjadi
kakakku. Seorang tangguh yang hidup di atas kerasnya kesendirian. Menopang
hidup sendiri, kerja dan kuliah dengan hasil keringat sendiri pula.
Terakhir, ini adalah sosok perempuan yang
namanya persis tanpa beda dengan namaku. Aku tak sengaja menemukan dia yang
sedang mencariku. Anak rantau yang sekarang berada di Kota Pahlawan. Katanya,
dia bahagia memiliki nama
kembar. Dan aku juga tak kalah bahagia mengetahui kenyataan demikian. Rasanya
sudah ingin cepat kugenapkan temu dengan perempuan muslimah satu ini.
Itu cuma sekelumit kisah
yang kubagikan di sini. Aku tak pernah meminta mengenal mereka dengan sengaja.
Namun mereka sengaja hadir dalam warna hidupku atas ijin Tuhan. Dan, segala
yang tercipta dan tumbuh dari timur memang selalu membahagiakan.
Tuban, 7 Maret 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar