Rabu, 26 Februari 2014

Ada yg lebih mencintai diriku sendiri melebihi aku?




Tidak semudah itu dan bukan pula hal konyol. Aku egois, aku pemalu, aku cerewet, bahkan bisa juga aku pemalas dalam kondisional, aku juga sering gegabah, mudah terpengaruh, dan aku pencemburu, terakhir; aku semaunya sendiri. Dan aku mencintai apa yang ada dalam diriku. Entah itu buruk maupun bersahaja.


Kamu mau memangnya? Perihal mengizinkan orang lain mencintaiku dengan anggun itu bukan hal yang mudah. Karena menurutku sendiri-setelah banyak memilah dan memilih, setelah banyak mengkonsumsi dan mengasumsi segala yang terjadi dalam dimensi nyata ini, bahwasanya dunia sudah banyak terkontaminasi dengan, maaf, hal tidak baik-mencintai itu tak semudah menambahkan angka bilang kemudian berakhir dengan sama dengan dan hasil, tapi ini tentang rumus. Toh jikalau kamu berkata iya dengan lantang untuk mencintaiku sepenuh rasa yang kau punya, itu hanya sebatas diucapanmu saja bukan? Yang lain aku tidak tahu, entah hatimu berkata iya pula fikiranmu meradang senada. Aku tak pernah mengambil pusing. Yang aku ingin bertanya, relakah kamu merelakan bahagiamu untuk bahagiaku? Bukan memaksa tapi memang kriteriaku begitu tinggi (nah lihat saja, baca saja begitu angkuhnya diriku ini dengan tanpa dosa menulis kalimat demikian).
Wanita dewasa muda akhir zaman yang berusaha menjadi tangguh-aih, selalu menyemangati diri sendiri. Begitulah, aku. Tak pernah yang namanya memperburuk diri sendiri, hihi ^^-Nah bagaimana bisa aku mengutuk diri sendiri dengan umpatan kasar, apabila tak ada seseorang yang sudi memujiku. Pernah tidak mendengar kekata begini "kalau bukan aku, siapa lagi?"
Dan jikalau kamu sudah dengan teliti membaca perbendaraan dari separoh postingan ini kemudian asamu mulai lengah, menepilah! Jangan memaksa otakmu berkeras membaca yang mungkin merepotkan waktumu.
Oke. Sejatinya, aku benar-benar merindukan 'aku dan kamu' yang menjadi 'kita'. Pada kamu yang terakhir kemarin, belum sempat kuucap terima kasih atas segala baikmu terhadapku. Belum pula kumeletakkan emosi tak beraturan ini untuk kutinggalkan dan menjemput waktu yang paling bahagia nanti, sedang waktu sendirinya semakin kerontang tanpa-basi basi tak memperdulikanku. Jadi pada benang merahnya, kupilih kamu kelak, entah siapa. Aku yang akan memilih kamu bukan untuk tempat istirahat tapi untuk tetap tinggal disini, selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar