Sebenarnya bukan salah aku ataupun
kamu. Juga bukan salah keadaan. Tapi bukankah ini sudah waktunya? Belum dalam
kata akhir memang, bukan jua aku tak lagi mencintaimu. Kau masih begitu berlian
dalam dada ini. Memancar kilau picing nan elok bagi diriku yg senantiasa
menemanimu. Jangan anggap ini hanya klise retoris ciptaan analisis gilaku.
Jangan! Sekali lagi, jangan! Atau jika kau tetep kekeh, aku akan segera
meronta, meradang, dan meminta kepadamu untuk tetep hangat dalam dada beserta
kilaumu.
Percayalah, lebih berdarah-darah
kesetiaan ini ketimbang deritaku sendiri. Sering kau janjikan tentang cahaya di
ujung sana ketika dulu kau mulai menggenggam tanganku, merentangkan pelukanmu
dan menyimpulkan garis bibir dalam senyummu saat kita berada dalam persimpangan
menuju cahaya itu. Dengan segala janjimu aku luluh, aku percaya dan kemudian
pasrah dengan teratur. Memulai lebih kencang menguatkan tanganku dan tanganmu,
mulai merengkuh hangat pelukmu pun merekahkan bibirku untuk senyum bahagia.
Dan.. Ketika suatu masa berkata tak
sesuai harapanku, aku hanya bisa diam. Entahlah, kau hilang tersapu angin dan
anganku. Membiarkan waktu mempermainkanku tanpa bijaksana. Kalian pasti tahu
dan setuju kalau cobaan juga tak kenal sopan santun. Dia datang dengan aura
pesona memikat. Diam-diam aku mengaguminya. Air muka yang relaks, yang kalau
detik itu ada petasan meledak di kakinya, dia mungkin hanya nyegir dan
mengangkat bahu. Tatapannya bagai pancuran beribu kilo kubik dalam alam luas
yang meneduhkanku. Aku tergoda. Dia datang tepat saat kuberada pada kelakaran
sunyi tak berkesudahan. Kuterima tangannya juga tanpa alasan. Mungkin bagiku
sudah terlalu jenuh dengan segala alasan tidak jelas selama ini. Dia yang
sekarang jadi milikku dan kau yg masih (juga) memilikiku.
Kalian tahu bagaimana rasanya jadi aku
diantara dia dan dia? Aku sulit bernafas. Sungguh. Sulit pula bagi fikiranmu
menerima kenyataan dalam sisi-sisi yang berbeda. Tak hanya itu, dalam setiap
keheningan sering kuberandai bagaimana aku bisa mencapai titik terang dalam
keadaan yang direstui Tuhan. Dengan kau? Atau dengan dia? Atau aku harus
berdiri sendiri? Kerontang tersiksa membunuh sakit ini.
***
Hidup ini penuh dengan kejutan. Tak
perlu lagi kurisau memaksa kotak kejujuran itu terbuka. Tuhan dengan segala baik-Nya
telah memberikan yang baik pula untukku sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar