Demi segala nikmat yang telah kuperoleh, saya bersyukur. Dengan
sujud paling suci kuraih kebahagiaan di awal bulan penuh berkah. Awal yang baik
untuk memulai bulan ini. Aku menemukan kenangan masa kecilku. Memilah kenangan
tak ubahku mengembara ke masa dulu. Dan yang jelas, segala kenang yang baik pun
buruk selalu indah untuk di-skenario-kan, di-drama-kan (kembali). Tentu dengan
perasaan nano-nano. Hitungan hari telah sampai pada mistar dengan barisan hari
penuh berkahMu. Berkah yang selalu kuyakini turun bersama dengan lahirnya
kehangatan-kehangatan ciptaanMu.
Bermula di jalan setapak depan rumahku kala adzan isya berkumandang,
aku keluar dari sisi samping tempat peraduan kedamaianku. Panggilan lembut
menyentuh sensor pendengaranku. Reflek kutengok ke belakang. Mereka mendekat
dan tanpa aba-aba kujejerkan tubuhku pada mereka, melangkah senada, menuju arah
barat tempat tujuan kami. "Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi
ban". Sungguh nikmat yang kau beri memang selalu tanpa aba-aba, tanpa
menunggu hambaMu tersungkur dalam keadaan yang entah. Dan takdir. Kau menjaga
ketidakjelasan ini pada umatMu, tak lebih untuk menjaga umatMu tetap memelihara
doa-doa mereka, lantas mengijabahi kemudian. Mereka teman masa kecilku. Teman
yang hampir separuh umurku mengenalku dengan baik, dan sebaliknya. Kami bahkan
seperti saudara. Dan bukahkan benar, setiap umat adalah saudara se-Adam-Hawa?
Benar!
Klise sekali jika aku harus menyusun kata-kata yang tak lebih berisi
tentang kenangan masa lalu. Mereka tetap saudaraku, meski umur masing-masing
dari kita memang tak sama. Kita terpaut 2 tahun-2 tahun. Dan akulah yang paling
kecil diantara mereka. Aku sengaja menyembunyikan mereka pada rangkaian abjad
kali ini. Cukuplah mereka tinggal baik di dalam fikiranku. Menjaga jiwa mereka
dalam jiwaku dalam riwayat yang baik. Dan aku tetap setia menjadi penjaga pintu
paling sejati untuk jiwaku sendiri. Kucukupkan Tuhanku saja yang menemani
diriku.
Pamotan, 30
Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar