Pagi selalu punya cara sendiri demi
membagi hangatnya matahari kepada tubuh-tubuh insan Ilahi.
Kemudian kegundahan yang tak pernah
luput dari akal dan rasa kita, memaksa kita biasanya untuk menyalahkan keadaan,
melempar segala tanya kepada Empunya hidup, klimaks terakhirnya sensor ego
dalam diri yang tak bisa terkendali dengan baik.
Kedukaan tentang hidup masing-masing
yang seakan membumi-leyapkan rasa bahagia. Rentetan ujian bagai aral melintang
yang memaksa tuk kita lewati.
Tanpa tahu, bawasanya nikmat dan kuasa
dari sang Mahakuasa selalu kuat melingkupi kita. Saya rasa kita selalu mahfum
dengan kata ikhlas dan syukur. Tapi, jelasnya tanpa tahu dua kata itu kapan
tepat untuk digunakan. Bukan kapan lagi, harusnya jangan membiarkan keikhlasan
tanggal selama jasad masih melekat pada tubuh. Sejatinya ikhlas selalu membawa
kita pada peranan lurus hidup. Tuhanmu, Tuhanku dan Tuhan kita terus berbaik
menebarkan segala indah pada dunia yang fana ini. Bagaimana sebaik-baiknya dari
kita mampu memberai perihal yang membawa keselamatan pada dunia pun kehidupan
lain atau malah memburukkan segalanya. Pada inilah intisari keimanan kita
berperan. Tentang keikhlasan yg sudah saya singgung sedikit di atas. Pula
masalah sabar. Orang yg pandai bersabar juga ikhlas adalah doa-doa yg melangit.
Itulah sebait kata dari seorang Ukhty cantik di jauh sana. Lantas bukan berarti
pula kita harus memasrahkan diri. Memaku tanpa tindakan nyata. Utamanya,
selamatkan jiwa untuk jadi pemenang pada diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar