Selasa, 28 Januari 2014

segala BURUK ini, bukan buruk yang SEBENARNYA. Aku tau.


Pukul 15:40 ponselku berbunyi. Ada dua pesan baru masuk. Pesan pertama dari teman kampus yang bisa langsung aku tebak; sms perihal lelaki idamannya. Pesan baru yang lain dari nomor yang sedetik itu juga mampu membuatku terperangan. Nomor tak asing yang membuatku berfikir asing, ada apa gerangan tetiba sms aku? Sedetik itu, waktu seakan berhenti. Tubuhku memaku bersama bumi. Mematung bergeming. Senada dengan itu, aku bersama adikku sedang begitu khusuk menonton film dalam tempat peraduan (baca: kamar). Dan lantas aku menyapu pandanganku dari layar laptop beralih pada layar ponselku. Ya, pesan kedua dari orang itu.

Orang yang sangat tak kuharap kehadirannya di kehidupanku. Sekian detik aku membaca pesan darinya. Pesan yang tidak singkat, sama seperti sesuatu yang dia bicarakan dalam pesannya. Rumit. Nafasku sesak, degup jantungpun mulai tak bertugas seperti selayaknya. Di pipiku mulai terlahir sungai kecil dari sela kelopak mataku. Seseorang wanita, yang sama sekali tak pernah terlihat oleh optik mataku bagaimana wajahnya. Seorang wanita yang sudah tiga bulan belakang ini mengganggu kestabilan sensor gilaku. Dia datang kembali. Bahkan aku yakin selama waktu yang tak kutentukan, dia akan terus berdiri tepat di belakangku. Berupa bayangan. Fikiranku mulai berotasi mencari ingatan tentangnya. Berdiri atas nama kebenaran, menurut dia. Tapi tidak menurutku. Seseorang yang datang dari masa gelap seseorang yang aku beri nama pasanganku. Saat menulis inipun, peluhku tak jua ingin kering. Air mata melaju deras melewati kedua pipiku, lantas jatuh tertambat pada bantal. Aku masih begitu sadar dalam kewarasanku, ya asik memikirkan wanita itu dan segala tingkahnya yang tak henti mengusik hidupku. Memang, aku masih kerap berdarah. Tulang-tulangku entah tinggal berapa yang tak patah. Aku mencoba memakamkan dia dalam ingatanku. Senyata itu juga, dia tak akan bisa pergi. Mungkin, yang ini aku harus berucap baik pada Tuhan yang telah memberi daya ingat terkuatku atas dia. Walau pada artinya, yang aku artikan sendiri bahwa ingatan ini buruk. Sekali lagi menurutku.


Tapi aku sudah berjanji dalam diriku, aku tak boleh lemah, ini ujian untuk kekuatanku. Yakinku, Tuhan pun tak akan pernah mengabaikan makhlukNya yang satu ini. Menengadahkan kepala, menatap langit kamar juga suara deru kipas angin. Aku masih selalu ingat kekata seorang teman SMPku; bahwa serapuh apapun wanita, Tuhan akan selalu memuliakanmu. Keburukan itu serupa kebaikan yang belum sampai pengertiannya, bukan? Yang terkasih juga selalu bilang, percayalah atas kekuatan sang maha cinta. Sibuk menyejajarkan iktikad, perihal lebih kuasa mana, cinta kita atau kata-kata usang wanita itu. Aku mulai memasukkan semangat-semangat terkuat dalam tubuhku. Memaksa semangat itu masuk memenuhi segala ruang, tanpa menyisa se-mili-pun ruang untuk rasa buruk ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar