"Sudahlah urusan ini belum akan
tertuntaskan meski hari telah berpindah ke hari lain, Sayang".
Begitu aku berkata pada teman hidupku
yang sedari malam tadi-entah ada angin apa ingin membahas tentang sesuatu yang bernama
bayangan-menginginkanku menemani topik yang ingin dia buka segalanya. Sekarang
sudah hampir pukul dua belas malam. Aku sangat tau, dia hari ini-yang meski
hari Minggu tetap sibuk-terlampau lelah demi setubuh dia yang tak inginkan
mengambil istirahat dan beranjak pada kegalauan hatinya.
Kami berinteraksi via BBM. Mungkin
aku bisa kasih judul; komunikasi jarah jauh. Iya, saya yang sedang di
perantauan dan dia yang berada di rumah menunggu saya dengan segala kesetiaan
yang aku yakinkan pada diri sendiri bahwa dia memang setia. Meyakinkan diri
seteguh rasa percayaku pada dia. Setia. Bukankah itu memang suatu pekerjaan
tanpa syarat untuk sebuah hubungan yang terangkai hampir lima tahun? Oke kita
lanjut!
Aku hanya tak habis fikir,
akhir-akhir ini kekasihku sering bertanya tentang macam-macam sesuatu yang
mungkin mesin mengolah dataku tak sanggup mengurai jawabannya saat itu juga
sedetil yang dia inginkan. Pertanyaan-pertanyaan yang-mungkin
lagi-menitikberatkan hal yang belum jelas muaranya. Seperti yang aku kutip di
atas tentang suatu 'bayangan'. Dan kalian bisa membayangkan apa yang terjadi
selanjutnya? Sederhana, aku kehabisan peluru untuk memutar-balikkan semua
pertanyaan dia. Alasan lain lagi, dia terlemparkan keras sekali dalam
ketidakmengertian yang memangkas syaraf-syaraf kewarasan. Tapi saya juga yakin,
dia memiliki alasan yang kuat atas kegilaan dia malam ini. Kemudian saya hanya
bisa berucap "segala pertanyaanmu akan terjawab pada waktu. Sabarlah,
waktu tak akan berhenti seketika ini hanya karena tak mampu menjawab sejagad
tanyamu" itu pesan terakhir yang kuberikan padanya sebelum akhirnya tubuh
kecilku dengan sisa tenaga, memintaku mengakhiri obrolan ini hampir pukul satu
dini hari. Alasan khususnya; saya ingin adil pada tubuh untuk memberikan dia istirahat
secukup waktuku.
***
Ingin rasanya memejamkan mata ketika
tidur terasa kurang. Alarm pada ponselku berbunyi. Tak ada yang terlupa. Iya,
semalam aku telah sett tepat pukul tiga untuk kembali memberi hajatan pada
perutku demi menunaikan puasaku Senin ini. Lepas mengumpulkan nyawa, aku
beranjak meninggalkan kasur. Dua roka'at Tahajud cukup mencipta sedikit
semangat untuk makan. Kita lihat saja, takdir memiliki variasi klimaks untuk
segala keadaan yang tanpa kita duga. Itulah mengapa Tuhanmu juga Tuhanku juga
Tuhan kita yang menjaga ketidakjelasaanNya atas segala pengetahuan setinggi
apapun kita untuk kemudian berkata "Oh jadi ini kenyataannya". Kalian
pasti setuju!
Santap sahurku ditemani dengan tiga
adik kosanku yang tak sengaja juga puasa untuk hari ini. Tak sengaja kedua;
kita semua bermenukan mie instan. Oh Tuhan! Ini masih tanggal muda, kan? So?
Memang tak ada hubungannya. Kita semua belum ada yang mencari uang sendiri.
Hanya sebab menu makanan tak ada yang cocok kemudian pada opsi terakhir tertambat
pada mie instan. Yang terpenting bukan menu, tapi kekuatan untuk sehari penuh
itu. Ah, sudahlah lupakan!
Aku belum memakamkan ingatan pada
masalah diskusi semalam tadi bersama-ya kalian tau lah-dia. Aku hanya berharap,
untuk dia agar tidak terlalu terbanyang pada satu banyangan yang kataku masih
abu-abu tanpa jelas itu. Hampir pukul lima pagi. Menyadarkanku untuk kembali
menyanyangi tubuhku. Hari ini tak ada kuliah.
Tuban, 6 Oktober 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar